Pada abad 19 Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825–1830). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem. Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
Dipilihnya lokasi itu untuk pembangunan Benteng Van Den Bosch karena Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun kala itu merupakan jalur perdagangan strategis, dimana jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai ke bagian hulu. Kala itu perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama.
Lokasi Benteng Van Den Bosch sengaja dibuat rendah dari tanah sekitarnya yang lebih tinggi agar tersembunyi dan memenuhi unsur ideal bagi suatu benteng pertahanan. Namun, dengan hebatnya arsitek Belanda saat itu dalam mendesain saluran drainase, walaupun berposisi lebih rendah dari tanah sekitarnya, lokasi Benteng mampu terhindar dari banjir. Oleh karena itu, Benteng Van Den Bosch ini juga dikenal dengan sebutan benteng pendem oleh masyarakat sekitar.
Melihat usaha Belanda dalam menguasai wilayah Ngawi, Pangeran Diponegoro tidak tinggal diam, bersama salah satu pengikut setianya yaitu Kyai Haji Muhammad Nursalim, dia melakukan perlawanan terhadap Belanda serta mengajarkan Agama Islam dan memotivasi perlawanan terhadap Belanda kepada Masyarakat Ngawi. Konon Kyai Haji Muhammad Nursalim memiliki kekuatan kebal terhadap peluru dan senjata sehingga membuat pasukan Belanda merasa terdesak saat utusan Pangeran Diponegoro tersebut melakukan perlawanan bersama pasukannya. Maka Belanda membuat siasat untuk menangkap dan kemudian mengubur Kyai Haji Muhammad Nursalim hidup-hidup di sekitar zona inti Benteng Van Den Bosch.
Sekarang kondisi Benteng Pendem Ngawi ini sudah berubah jadi Benteng yang bagus
Menurut Dinas PUPR Ngawi ada
Tiga Fakta Menarik Terkait Benteng Pendem Ngawi
Benteng Pendem Ngawi, atau yang memiliki nama asli Benteng Van Den Bosch memiliki
bangunan sekitar 165 x 80 meter ini berada di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasinya sangat mudah dijangkau dari pusat kota Ngawi, karena hanya berjarak kurang lebih 1 kilometer.
Menurut sejarahnya,
Pembangunan benteng yang selesai ada tahun 1845 tersebut dihuni oleh sekitar 250 tentara Belanda dengan persenjataan senapan, meriam api, dan 60 orang kavaleri yang dipimpin oleh Johannes Van den Bosch.
Benteng ini akhirnya direvitalisasi total dengan perencanaan sejak 2019 setelah dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo. Persiapan dan tahap awal dilakukan untuk merancang proses revitalisasi.
Rehabilitasi Benteng Pendem Ngawi mulai dikerjakan sejak 10 Desember 2020, dengan nilai kontrak sebesar Rp 113,7 miliar, yang digunakan untuk merehabilitasi sebanyak 13 bangunan di dalam kompleks Benteng serta penataan Kawasan Inti Benteng.
Pada prosesnya, ditemukan sejumlah fakta terkait Benteng Pendem Ngawi. Fakta pertama adalah ternyata lubang pintu dan jendela yang ada di Benteng Pendem Ngawi diketahui lebih banyak jumlahnya dibandingkan pintu di bangunan bersejarah Lawang Sewu. Hal itu diungkapkan oleh Bupati Ngawi Ony Anwar melalui unggahan instagramnya.
“Benteng Pendem memiliki 510 buah lubang pintu dan jendela, yang mana melebihi Lawang Sewu 429 buah lubang pintu dan jendela,” tulis tulis Bupati Ngawi, Rabu (14/12/2022).
Dengan revitalisasi yang sudah mencapai 100 % ini, Bupati Ngawi berharap Benteng Pendem Ngawi bisa segera diresmikan sekaligus dibuka sebagai destinasi wisata edukasi, sejarah, dan landmark kawasan heritage di Kabupaten Ngawi.
“Mudah-mudahan (Benteng Pendem Ngawi) dapat menjadi salah satu ikon cagar budaya di Ngawi dalam rangka mengedukasi sejarah kepada masyarakat, terutama terkait perlawanan pejuang bangsa Indonesia dalam mengalahkan penjajah,” imbuhnya.
Fakta kedua yang disebutkan oleh Ony Anwar terkait Benteng Pendem Ngawi adalah 70 persen struktur bangunan asli memiliki pondasi benteng dengan kedalaman 5 meter. Sehingga, menjadikan benteng ini berdiri kokoh sejak tahun 1845.
Kemudian Fakta ketiga disebutkan bahwa luas lahan kawasan Benteng Pendem adalah 21,18 hektare atau setara dengan seperempat luas lahan Monas di Jakarta.
Kabupaten Ngawi sudah menjadi destinasi kota wisata yang harus dikunjungi wisatawan bila ke Jawa Timur perbatasan Jawa Tengah (Niko)
Share This :
0 komentar